Sumber: http://rumahkanker.com/content/view/67/62/
Di bagian bawah situs ini telah dua tahun lebih tercantum analisa Prof. Dr. dr. Li Peiwen (seorang dokter medis ahli kanker sekaligus pakar pengobatan tradisional Tiongkok) tentang mengapa angka kejadian kanker di Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan Cina. Karena orang Indonesia suka sekali makan gorengan, katanya. Dari kerupuk, pisang goreng, singkong goreng, tempe goreng, ayam goreng, kentang goreng, nasi goreng... pokoknya tiada hari tanpa makan makanan goreng.
Hmm... mengapa gurihnya makanan goreng dapat memicu timbulnya kanker?
Eden Tareke dkk dari Universitas Stockholm, Swedia, pada tahun 2002 mengumumkan hasil penelitiannya mengenai akrilamida, karsinogen yang terbentuk pada makanan yang dipanaskan.
Menurut penelitian itu, makanan kaya karbohidrat seperti kentang, singkong, ubi, pisang, nasi, dll jika digoreng akan terurai, kemudian bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa karsinogenik (pemicu kanker) yang bernama akrilamida. Demikian juga makanan yang dipanggang. Sedang makanan mentah, direbus, atau dikukus tidak mengalami reaksi semacam itu, sehingga tidak menghasilkan akrilamida. Kalaupun ada, kadarnya sangat kecil.
Penelitian terhadap tikus percobaan menunjukkan bahwa akrilamida menimbulkan tumor, merusak DNA, merusak syaraf, mengganggu tingkat kesuburan, dan mengakibatkan keguguran. Seporsi kentang goreng yang dimasak pada suhu 220 oC mengandung akrilamida kurang-lebih 2.500 mikrogram. Pada tikus percobaan, jumlah ini sudah menimbulkan mutasi gen. Apa jadinya kalau tiap hari kita makan kentang goreng, ote-ote, kerupuk, pisang goreng, singkong goreng, tempe goreng, maupun gorengan-gorengan lain?
Waahh.... begitu ya? Pantas dokter-dokter selalu menganjurkan kita untuk menghindari goreng-gorengan. Lantas, apa berarti kita sama sekali tidak boleh makan makanan yang digoreng? Boleh kok, asal tidak terlalu banyak dan tahu kiat sehatnya. Karena bagaimanapun minyak juga dibutuhkan dalam metabolisme tubuh kita, dalam jumlah tidak lebih dari 5-10 ml/hari (1-2 sendok makan). Lalu bagaimana kiat sehatnya?
Menggoreng Sendiri
Salah satu kiat sehat makan makanan goreng adalah dengan cara menggoreng sendiri makanan tersebut. Dengan menggoreng sendiri kita dapat selalu menggunakan minyak baru. Minyak yang belum pernah dipakai untuk menggoreng diharapkan masih terbebas dari akrilamida maupun zat-zat karsinogenik lainnya. Juga, kita dapat mengatur suhu minyak pada waktu menggoreng agar tidak terlalu panas dan mengangkat hasil gorengan saat matangnya sedang, sebelum terlalu coklat apalagi gosong.
Suhu minyak pada saat menggoreng dengan api sedang, rata-rata 180-220 oC. Semakin rendah suhunya, semakin sedikit akrilamida yang terbentuk. Sebaliknya, semakin panas semakin banyak akrilamida-nya. Selain itu, minyak goreng yang dipanaskan terlalu tinggi akan teroksidasi dan terpolimerisasi menghasilkan zat-zat radikal bebas dan minyak trans (trans fatty acid) yang berbahaya bagi kesehatan dan memicu kanker.
Minyak goreng berubah menjadi minyak trans ditandai dengan keluarnya asap dari penggorengan, berubahnya warna menjadi lebih gelap, baunya tengik/menyengat, cairannya lebih kental, serta menyebabkan gatal/iritasi tenggorokan. Namun minyak trans juga ada yang alami tanpa melalui proses penggorengan, yakni pada lemak hewan memamah biak.
Minyak goreng bekas pakai (jelantah), kalau dipakai ulang lebih cepat rusak dibanding minyak baru. Lebih mudah berasap dan lebih cepat menghitam walaupun suhunya belum terlalu panas.
Kebiasaan penjual makanan goreng adalah menggunakan minyak yang sangat banyak, sangat panas (bisa sampai 300 oC), dengan api besar (berulang-ulang sampai hitam), sehingga didapatkan hasil gorengan yang renyah dan kering. Lebih asyik kriuk-kriuk memang, tapi lebih banyak juga senyawa karsinogenik yang menjadi “bonus”-nya.
Makanan yang digoreng akan menyerap minyak di sekitarnya. Makanan tersebut menjadi berminyak, dan senyawa-senyawa karsinogenik di dalam minyak pun turut masuk ke dalam tubuh kita.
Dengan menggoreng sendiri, kita dapat mengatur agar suhunya tidak terlalu panas, yakni menggunakan api kecil, serta menggunakan sedikit minyak agar tidak terlalu banyak akrilamida maupun senyawa karsinogenik lain yang terbentuk dan ikut terserap ke dalam makanan. Dan jangan lupa sebelum makan, sisa-sisa minyak yang menempel pada makanan kita serap dulu menggunakan kertas tisu.
Tetapi kiat menggoreng sendiri dan membatasi jumlah makanan goreng yang dimakan sama sekali belum cukup untuk dapat mencegah kanker. Apalagi kalau sudah terkena kanker, mesti lebih hati-hati lagi. Minyak goreng yang digunakan pun harus aman. Lho, ada to minyak goreng yang tidak aman? Banyak! Lalu minyak apa yang aman? Tunggu minggu depan, ya.
Di bagian bawah situs ini telah dua tahun lebih tercantum analisa Prof. Dr. dr. Li Peiwen (seorang dokter medis ahli kanker sekaligus pakar pengobatan tradisional Tiongkok) tentang mengapa angka kejadian kanker di Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan Cina. Karena orang Indonesia suka sekali makan gorengan, katanya. Dari kerupuk, pisang goreng, singkong goreng, tempe goreng, ayam goreng, kentang goreng, nasi goreng... pokoknya tiada hari tanpa makan makanan goreng.
Hmm... mengapa gurihnya makanan goreng dapat memicu timbulnya kanker?
Eden Tareke dkk dari Universitas Stockholm, Swedia, pada tahun 2002 mengumumkan hasil penelitiannya mengenai akrilamida, karsinogen yang terbentuk pada makanan yang dipanaskan.
Menurut penelitian itu, makanan kaya karbohidrat seperti kentang, singkong, ubi, pisang, nasi, dll jika digoreng akan terurai, kemudian bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa karsinogenik (pemicu kanker) yang bernama akrilamida. Demikian juga makanan yang dipanggang. Sedang makanan mentah, direbus, atau dikukus tidak mengalami reaksi semacam itu, sehingga tidak menghasilkan akrilamida. Kalaupun ada, kadarnya sangat kecil.
Penelitian terhadap tikus percobaan menunjukkan bahwa akrilamida menimbulkan tumor, merusak DNA, merusak syaraf, mengganggu tingkat kesuburan, dan mengakibatkan keguguran. Seporsi kentang goreng yang dimasak pada suhu 220 oC mengandung akrilamida kurang-lebih 2.500 mikrogram. Pada tikus percobaan, jumlah ini sudah menimbulkan mutasi gen. Apa jadinya kalau tiap hari kita makan kentang goreng, ote-ote, kerupuk, pisang goreng, singkong goreng, tempe goreng, maupun gorengan-gorengan lain?
Waahh.... begitu ya? Pantas dokter-dokter selalu menganjurkan kita untuk menghindari goreng-gorengan. Lantas, apa berarti kita sama sekali tidak boleh makan makanan yang digoreng? Boleh kok, asal tidak terlalu banyak dan tahu kiat sehatnya. Karena bagaimanapun minyak juga dibutuhkan dalam metabolisme tubuh kita, dalam jumlah tidak lebih dari 5-10 ml/hari (1-2 sendok makan). Lalu bagaimana kiat sehatnya?
Menggoreng Sendiri
Salah satu kiat sehat makan makanan goreng adalah dengan cara menggoreng sendiri makanan tersebut. Dengan menggoreng sendiri kita dapat selalu menggunakan minyak baru. Minyak yang belum pernah dipakai untuk menggoreng diharapkan masih terbebas dari akrilamida maupun zat-zat karsinogenik lainnya. Juga, kita dapat mengatur suhu minyak pada waktu menggoreng agar tidak terlalu panas dan mengangkat hasil gorengan saat matangnya sedang, sebelum terlalu coklat apalagi gosong.
Suhu minyak pada saat menggoreng dengan api sedang, rata-rata 180-220 oC. Semakin rendah suhunya, semakin sedikit akrilamida yang terbentuk. Sebaliknya, semakin panas semakin banyak akrilamida-nya. Selain itu, minyak goreng yang dipanaskan terlalu tinggi akan teroksidasi dan terpolimerisasi menghasilkan zat-zat radikal bebas dan minyak trans (trans fatty acid) yang berbahaya bagi kesehatan dan memicu kanker.
Minyak goreng berubah menjadi minyak trans ditandai dengan keluarnya asap dari penggorengan, berubahnya warna menjadi lebih gelap, baunya tengik/menyengat, cairannya lebih kental, serta menyebabkan gatal/iritasi tenggorokan. Namun minyak trans juga ada yang alami tanpa melalui proses penggorengan, yakni pada lemak hewan memamah biak.
Minyak goreng bekas pakai (jelantah), kalau dipakai ulang lebih cepat rusak dibanding minyak baru. Lebih mudah berasap dan lebih cepat menghitam walaupun suhunya belum terlalu panas.
Kebiasaan penjual makanan goreng adalah menggunakan minyak yang sangat banyak, sangat panas (bisa sampai 300 oC), dengan api besar (berulang-ulang sampai hitam), sehingga didapatkan hasil gorengan yang renyah dan kering. Lebih asyik kriuk-kriuk memang, tapi lebih banyak juga senyawa karsinogenik yang menjadi “bonus”-nya.
Makanan yang digoreng akan menyerap minyak di sekitarnya. Makanan tersebut menjadi berminyak, dan senyawa-senyawa karsinogenik di dalam minyak pun turut masuk ke dalam tubuh kita.
Dengan menggoreng sendiri, kita dapat mengatur agar suhunya tidak terlalu panas, yakni menggunakan api kecil, serta menggunakan sedikit minyak agar tidak terlalu banyak akrilamida maupun senyawa karsinogenik lain yang terbentuk dan ikut terserap ke dalam makanan. Dan jangan lupa sebelum makan, sisa-sisa minyak yang menempel pada makanan kita serap dulu menggunakan kertas tisu.
Tetapi kiat menggoreng sendiri dan membatasi jumlah makanan goreng yang dimakan sama sekali belum cukup untuk dapat mencegah kanker. Apalagi kalau sudah terkena kanker, mesti lebih hati-hati lagi. Minyak goreng yang digunakan pun harus aman. Lho, ada to minyak goreng yang tidak aman? Banyak! Lalu minyak apa yang aman? Tunggu minggu depan, ya.
Title : Mengapa Makanan Goreng Memicu Kanker?
Description : Sumber: http://rumahkanker.com/content/view/67/62/ Di bagian bawah situs ini telah dua tahun lebih tercantum analisa Prof. Dr. dr. Li Peiwen...
Description : Sumber: http://rumahkanker.com/content/view/67/62/ Di bagian bawah situs ini telah dua tahun lebih tercantum analisa Prof. Dr. dr. Li Peiwen...
0 Response to "Mengapa Makanan Goreng Memicu Kanker?"
Posting Komentar